Minggu, 01 April 2012

Tata Cara Perceraian untuk Anggota POLRI

Tata Cara Pengajuan Perceraian bagi Anggota POLRI Berdasarkan Peraturan KAPOLRI Nomor 9 tahun 2010 Bagian Kedua Perceraian Pasal 18 Setiap perceraian harus dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan norma-norma agama yang dianut oleh pegawai negeri pada Polri dan mendapatkan izin tertulis dari pejabat yang berwenang. Pasal 19 (1) Setiap pegawai negeri pada Polri yang akan melaksanakan perceraian wajib mengajukan surat permohonan izin cerai kepada Kasatker dengan melampirkan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8. (2) Kasatker sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaksanakan pembinaan untuk mengharmoniskan kembali suami istri yang bermasalah. (3) Apabila pembinaan yang dilakukan oleh Kasatker tidak membawPejabat yang berwenang dapat menerbitkan surat izin cerai setelah mendapat rekomendasi dari pejabat agama/personalia. Pasal 20 (1) Pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) meneruskan kepada pejabat agama/personalia untuk dilakukan pembinaan secara intensif terhadap suami istri yang akan melakukan perceraian agar rukun kembali. (2) Dalam hal pejabat agama/personalia tidak berhasil merukunkan hubungan suami istri, dilaksanakan pengambilan keterangan secara tertulis. Pasal 21 (1) Setelah melalui proses pembinaan dan pengambilan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, pejabat agama/personalia berdasarkan fakta-fakta yang ada melakukan analisa guna memberikan rekomendasi kepada pejabat yang berwenang. a. memberikan nafkah kepada istri paling sedikit 1/3 dari gaji sampai ada keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap; dan b. memberikan nafkah kepada anak paling sedikit 1/3 dari gaji jika hak asuh sementara berada pada istri. (4) Dalam hal suami tidak menaati kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berdasarkan keputusan Kasatker Bendahara Satuan Kerja melakukan pembagian gaji sebagaimana dimaksud pada ayat (3). Pasal 22 Izin cerai hanya diberikan oleh pejabat yang berwenang, apabila kehidupan rumah tangga yang telah dilakukan tidak memberikan manfaat ketenteraman jiwa dan kebahagiaan hidup sebagai suami istri. Pasal 23 (1) Surat izin cerai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2), berlaku dalam waktu 6 (enam) bulan. (2) Surat izin cerai yang habis masa berlakunya sebelum perkaranya diajukan ke Pengadilan yang berwenang, dapat diperpanjang selama 3 (tiga) bulan oleh pejabat yang berwenang setelah ada surat keterangan dari Kasatker yang bersangkutan. (3) Apabila perceraian tidak jadi dilakukan, yang bersangkutan harus segera melaporkan kepada pejabat yang berwenang secara tertulis disertai alasan-alasan melalui saluran hirarki. Pasal 24 (1) Pegawai negeri pada Polri yang telah mendapat surat izin cerai, meneruskan proses perceraian kepada pengadilan yang berwenang. (2) Suami/istri yang bukan pegawai negeri pada Polri dapat mengajukan gugatan cerai langsung ke pengadilan yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (3) Pegawai negeri pada Polri yang menerima gugatan cerai sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib segera melaporkan kepada Kasatker. Pasal 25 (1) Perceraian dinyatakan sah apabila telah mendapat keputusan dari Pengadilan yang berwenang dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap. (2) Pegawai negeri pada Polri yang tidak mengetahui adanya gugatan cerai dari suami/istri yang bukan pegawai negeri pada Polri sampai keluar akta cerai, dinyatakan sah dan tidak menyalahi ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 24 ayat (3). (3) Fotokopi akta cerai dari pengadilan yang berwenang, diserahkan kepada Pejabat Personel di satuan kerjanya guna penyelesaian administrasi kepegawaian. Pasal 26 (1) Suami berkewajiban memberikan nafkah kepada istri dan anak selama proses perceraian berlangsung dan sesudah perceraian. (2) Selama proses perceraian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sejak diajukannya surat permohonan izin cerai oleh suami atau istri kepada Kasatker sampai dengan adanya keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. (3) Kewajiban suami untuk memberikan nafkah kepada istri dan anak selama proses perceraian, meliputi:a hasil, maka permohonan perceraian diteruskan kepada pejabat yang berwenang. Pasal 27 Kewajiban suami untuk memberikan nafkah kepada istri dan anak setelah perceraian, ditetapkan sesuai dengan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.

Sabtu, 31 Maret 2012

HARTA KEKAYAAN DALAM PERKAWINAN MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM

Tentang harta kekayaan dalam perkawinan yang disebut sebagai harta bersama diatur dalam Kompilasi Hukum Islam sebagai berikut : Pasal 85 Adanya harta bersama dalam perkawinan itu tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami atau isteri. Pasal 86 (1) Pada dasarnya tidak ada percampuran antara harta suami dan harta isteri karena perkawinan. (2) Harta isteri tetap menjadi hak isteri dan dikuasi penuh olehnya, demikian juga harta suami tetap menjadi hak suami dan dikuasi penuh olehnya. Pasal 87 (1) Harta bawaan masing-masing suami dan isteri dan harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah dibawah penguasaan masing-masing, sepanjang para pihak tidak menentukan lain dalam perjanjian perkawinan. (2) Suami dan isteri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum atas harta masing-masing berupa hibah, hadiah, sodaqah atau lainnya. Pasal 88 Apabila terjadi perselisihan antara suami isteri tentang harta bersama, maka penyelesaian perselisihan itu diajukan kepada Pengadilan Agama. Pasal 89 Suami bertanggung jawab menjaga harta bersama, harta isteri maupun harta sendiri. Pasal 90 Isteri turut bertanggung jawab menjaga harta bersama maupun harta suami yang ada padanya. Pasal 91 (1) Harta bersama sebagaimana tersebut dalam pasal 85 di atas dapat berupa benda berwujud atau tidak berwujud. (2) Harta bersama yang berwujud dapat meliputi benda tidak bergerak, benda bergerak dan surat-surat berharga. (3) Harta bersama yang tidak berwujug dapat berupa hak maupun kewajiban. (4) Harta bersama dapat dijadikan sebagai barang jaminan oleh salah satu pihak atas persetujuan pihak lainnya. Pasal 92 Suami atau isteri tanpa persetujuan pihak lain tidak diperbolehkan menjual atau memindahkan harta bersama. Pasal 93 1. Pertanggungjawaban terhadap hutang suami atau isteri dibebankan pada hartanya masing-masing. 2. Pertanggungjawaban terhadap hutang yang dilakukan untuk kepentingan keluarga, dibebankan kepada harta bersama. 3. Bila harta bersama tidak mencukupi, dibebankan kepada harta suami. 4. Bila harta suami tidak ada atau mencukupi dibebankan kepada harta isteri Pasal 94 1. Harta bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai isteri lebih dari seorang ,masing-masing terpisah dan berdiri sendiri. 2. Pemilikan harta bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai isteri lebih dari seorang sebagaimana tersebut ayat (1), dihitung pada saat berlangsungnya akad perkawinan yang kedua, ketiga atau keempat. Pasal 95 1. Dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 24 ayat (2) huruf c Peraturan Pemerintah No.9 tahun 1975 dan pasal 136 untuk meletakkan sita jaminan atas harta bersama tanpa adanya permohonan gugatan cerai, apabila salah satu melakukan perbuatan yang merugikan dan membahayakan harta bersama seperti judi, mabuk, boros, dan sebagainya. 2. Selama masa sita dapat dikakukan penjualan atas harta bersama untuk keperluan keluarga dengan izin Pengadilan Agama. Pasal 96 1. Apabila terjadi cerai mati, maka separuh harta bersama menjadi hak pasangan yang hidup lebih lama,. 2. Pembagian harta bersama bagi seorang suami atau isteri yang isteri atau suaminya hutang harus ditangguhkan sampai adanya kepastian matinya yang hakiki atau matinya secara hukum atas dasar putusan Pengadilan Agama. Pasal 97 Janda atau duda cerai masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain

Jumat, 22 Januari 2010

Prosedur Mengajukan Gugatan Perceraian di Pengadilan Agama

Bila Anda (pihak Istri)merasa bahwa perkawinan Anda tidak dapat dipertahankan lagi dan memutuskan untuk bercerai, langkah pertama yang dapat dilakukan adalah mengajukan Gugatan Perceraian. Bagi yang beragama Islam, gugatan ini dapat diajukan di Pengadilan Agama (Pasal 1 Bab I Ketentuan Umum PP No 9/1975 tentang Pelaksanaan UU No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan).


1. Dimana Gugatan Diajukan?

Bila anda yang mengajukan gugatan perceraian, berarti anda adalah pihak Penggugat dan suami adalah Tergugat. Untuk mengajukan gugatan perceraian, anda atau kuasa hukum anda (bila anda menggunakan kuasa hukum) mendatangi Pengadilan Agama (PA) di wilayah tempat tinggal anda. Bila anda tinggal di Luar Negeri, gugatan diajukan di PA wilayah tempat tinggal suami. Bila anda dan suami anda tinggal di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama di wilayah tempat anda berdua menikah dulu, atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat (Pasal 73 UU No 7/89 tentang Peradilan Agama)


2. Alasan dalam Gugatan Perceraian

Alasan yang dapat dijadikan dasar gugatan perceraian anda di Pengadilan Agama antara lain:

a. Suami berbuat zina, pemabuk, pemadat, penjudi dan sebagainya;
b. Suami meninggalkan anda selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa ada ijin atau alasan yang jelas dan benar, artinya: suami dengan sadar dan sengaja meninggalkan anda;
c. Suami dihukum penjara selama (lima) 5 tahun atau lebih setelah perkawinan dilangsungkan;
d. Suami bertindak kejam dan suka menganiaya anda;
e. Suami tak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami karena cacat badan atau penyakit yang dideritanya;
f. Terjadi perselisihan dan pertengkaran terus menerus tanpa kemungkinan untuk rukun kembali;
g. Suami melanggar taklik-talak yang dia ucapkan saat ijab-kabul;
h. Suami beralih agama atau murtad yang mengakibatkan ketidaakharmonisan dalam keluarga.

(Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam jo Pasal 19 PP No 9 tahun 1975)


3. Saksi dan Bukti

Anda atau kuasa hukum anda wajib membuktikan di pengadilan kebenaran dari alasan-alasan tersebut dengan:

1. Salinan Putusan Pengadilan, jika alasan yang dipakai adalah suami mendapat hukuman 5 (lima tahun) atau lebih (pasal 74 UU No. 7/1989 jo KHI pasal 135).
2. Bukti hasil pemeriksaan dokter atas perintah dari pengadilan, bila alasan Anda adalah suami mendapat cacat badan atau penyakit yang menyebabkan tak mampu memenuhi kewajibannya (pasal 75 UU 7/1989)
3. Keterangan dari saksi-saksi, baik yang berasal dari keluarga atau orang-orang dekat yang mengetahui terjadinya pertengkaran antara anda dengan suami anda (pasal 76 UU 7/1989 jo pasal 134 KHI).


4. Surat-surat yang Harus Anda siapkan

* Surat Nikah asli
* Foto kopi Surat Nikah 2 (dua) lembar, masing-masing dibubuhi materai, kemudian dilegalisir
* Foto kopi Akte Kelahiran anak-anak (bila punya anak), dibubuhi materai, juga dilegalisir
* Foto kopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) terbaru Penggugat (istri)
* Fotokopi Kartu Keluarga (KK)

Bila bersamaan dengan gugatan perceraian diajukan pula gugatan terhadap harta bersama, maka perlu disiapkan bukti-bukti kepemilikannya seperti sertifikat tanah (bila atas nama penggugat/pemohon), BPKB (Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor)/STNK(Surat Tanda Nomor Kendaraan) untuk kendaraan bermotor, kwitansi, surat jual-beli, dll.

Untuk itu, sangat penting untuk menyimpan surat-surat berharga yang anda miliki dalam tempat yang aman.


5. Isi Surat Gugatan

1. Identitas para pihak (Penggugat/Tergugat) atau persona standi in judicio, terdiri dari nama suami dan istri (beserta bin/binti), umur, tempat tinggal, hal ini diatur dalam pasal 67 (a) UU No. 7/1989. Identitas para pihak ini juga disertai dengan informasi tentang agama, pekerjaan dan status kewarganegaraan
2. Posita (dasar atau alasan gugat), disebut juga Fundamentum Petendi, berisi keterangan berupa kronologis (urutan peristiwa) sejak mulai perkawinan anda dengan suami anda dilangsungkan, peristiwa hukum yang ada (misalnya: lahirnya anak-anak), hingga munculnya ketidakcocokan antara anda dan suami yang mendorong terjadinya perceraian, dengan alasan-alasan yang diajukan dan uraiannya yang kemudian menjadi dasar tuntutan (petitum). Contoh posita misalnya:

* Bahwa pada tanggal…telah dilangsungkan perkawinan antara penggugat dan tergugat di…
* Bahwa dari perkawinan itu telah lahir …(jumlah) anak bernama…, lahir di…pada tanggal…
* Bahwa selama perkawinan antara penggugat dan tergugat sering sering terjadi perselisihan dan pertengkaran sebagai berikut…
* Bahwa berdasarkan alasan di atas cukup bagi penggugat mengajukan gugatan perceraian…dst

3. Petitum
(tuntutan hukum), yaitu tuntutan yang diminta oleh Istri sebagai Penggugat agar dikabulkan oleh hakim (pasal 31 PP No 9/1975, Pasal 130 HIR).

Bentuk tuntutan itu misalnya:

1. Menerima dan mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan perkawinan antara penggugat dan tergugat …sah putus karena perceraian sejak dijatuhkannya putusan oleh hakim;
3. Menyatakan pihak penggugat berhak atas hak pemeliharaan anak dan berhak atas nafkah dari tergugat terhitung sejak tanggal...sebesar Rp....per bulan sampai penggugat menikah lagi;
4. Mewajibkan pihak tergugat membayar biaya pemeliharaan (jika anak belum dewasa) terhitung sejak....sebesar Rp....per bulan sampai anak mandiri/dewasa;
5. Menyatakan bahwa harta berupa....yang merupakan harta bersama (gono-gini) menjadi hak penggugat...
6. Menghukum penggugat membayar biaya perkara…dst


6. Gugatan Provisional (pasal 77 dan 78 UU No.7/89)

Sebelum putusan akhir dijatuhkan hakim, dapat diajukan pula gugatan provisional di Pengadilan Agama untuk masalah yang perlu kepastian segera, misalnya:

1. Memberikan ijin kepada istri untuk tinggal terpisah dengan suami.
2. Ijin dapat diberikan untuk mencegah bahaya yang mungkin timbul jika suami-istri yang bertikai tinggal serumah.
3. Menentukan biaya hidup/nafkah bagi istri dan anak-anak yang seharusnya diberikan oleh suami;
4. Menentukan hal-hal lain yang diperlukan untuk menjamin pemeliharaan dan pendidikan anak;
5. Menentukan hal-hal yang perlu bagi terpeliharanya barang-barang yang menjadi harta bersama (gono-gini) atau barang-barang yang merupakan harta bawaan masing-masing pihak sebelum perkawinan dahulu.

BILA ANDA MASIH RAGU-RAGU KETIKA MENYUSUN GUGATAN PERCERAIAN, ANDA DAPAT MENGHUBUNGI CALL CENTRE 081802133236